Friday 18 November 2016

September Bersamamu Part 2

“Rasya. Ngapain dia telepon gue? Tumben, angkat nggak ya?” Lian ragu-ragu. “Angkat aja deh.” akhirnya Lian memutuskan untuk mengangkat telepon dari Rasya.
“Hallo.” Lian terlihat gugup ketika mengangkat telepon dari Rasya.
“Hallo, Lian. Apa kabar?” Rasya menanyakan kabar Lian, sebagai awal percakapan mereka.
“Baik. Kamu sendiri?”
“Aku juga baik kok.”
“Syukur deh kalau gitu.”
“Oh, iya. Besok kamu ada waktu nggak?”
“Memangnya kenapa?” Lian penasaran.
“Kita ketemuan, yuk. Di Cafe biasa.”
“Aduh, gimana ya?” Lian sedikit ragu-ragu dengan ajakan Rasya.
“Kenapa? Kamu nggak mau ya?” terdengar nada kekecewaan dari Rasya.
“Emhh... Gini aja deh, besok aku hubungi lagi ya. Aku juga nggak tahu bisa atau enggaknya.”
“Ya, udah. Aku tunggu kabar dari kamu secepatnya ya.”
“Iya.”
“Semoga aja kamu bisa, Lian. Soalnya aku udah lama nih nggak ketemu sama kamu. See you.” Rasya menutup teleponnya.
“Kenapa dia datang lagi? Setelah sekian lama dia menghilang, dan baru muncul lagi sekarang. Gue nggak nyangka, kalau dia bakalan telepon gue. Padahal waktu itu, no hpnya sempet nggak aktif. Apa harus gue ketemu sama dia lagi?” Lian berbicara seorang diri.

Lian merasa sangat kebingungan. Apakah dia harus bertemu dengan Rasya kembali, setelah sekian lamanya mereka tidak saling bertemu? Perasaannya jadi gundah gulana. Tak menentu sama sekali. Tapi, walau bagaimana pun juga ada rasa rindu yang tak tertahankan di dalam lubuk hati Lian.

***

Hari ini cuaca nampaknya tidak bersahabat. Langit terlihat sedikit mendung. Dan Lian pun semakin tidak yakin jika dia harus bertemu dengan Rasya. Tapi bagaimana dengan kondisi hatinya saat ini? Dia benar-benar merindukan sosok laki-laki itu. Sesekali Lian melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Lian berdiri seorang diri di tengah keramaian kota Jakarta. Nampaknya dia sedang menunggu seseorang.

“Sorry banget ya, gue telat. Macet.”
“Nggak apa-pa, kan Lo udah biasa telat.”
“Dih, lu nggak usah nyindir juga kali.”
“Siapa yang nyindir sih? Emang kenyataannya kalau lo itu suka ngaret.”
“Iya, sorry-sorry.” Azof meminta maaf pada sahabatnya.
“Kebiasaan lu, minta maaf Mulu deh.”
“Hehehe..“ Azof cengar-cengir. ”Kenapa nih, tiba-tiba lo minta ketemu sama gue? Kangen ya sama gue?” Azof mulai menggerak-gerakkan alis tebalnya. Seperti kebiasaannya.
“Gue bingung, Zof.”
“Bingung kenapa lo?”
“Tiba-tiba Rasya telepon gue kemarin. Dan dia juga ngajak gue ketemuan hari ini”
“Rasya telepon lo? Dan dia juga ngajak lo ketemuan? Kok bisa sih?” Azof terheran-heran.
“Ya, bisa aja kali.”
“Terus, lo mau ketemuan sama dia?”
“Gue juga nggak tahu sih. Rencananya hari ini sih dia ngajakin gue buat ketemuan. Cuma gue masih ragu-ragu gitu.”
“Iya, gue paham kok maksud lo. Itu bukan hal yang mudah buat lo. Gue tau itu, Lian. Tapi lo ikutin aja apa kata hati lo.”
“Harus banget ya gue ketemu sama dia?”
“Ya, itu sih terserah elo ya. Tapi kalau menurut gue sih mending lo coba buat temuin dia aja. Siapa tahu, memang ada hal penting yang ingin disampaikan oleh Rasya.” Azof memberi saran pada sahabatnya itu.
“Ya, udah deh. Kalau gitu gue sms dia dulu ya.” Lian mulai memainkan jari-jarinya di handphone Android miliknya.

Ok hari ini kita ketemuan di Cafe biasa ya, jam 3 sore.

Lian mengirimkan pesan singkat itu pada Rasya. Dan tak lama kemudian Rasya pun membalas pesan singkat dari Lian.


Sip, aku tunggu ya kedatangan kamu.


Bersambung…

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan sopan dan baik
Komentar yang mengandung link aktif akan dihapus secara otomatis