“Hallo.”
Lian terlihat gugup ketika mengangkat telepon dari Rasya.
“Hallo,
Lian. Apa kabar?” Rasya menanyakan kabar Lian, sebagai awal percakapan mereka.
“Baik.
Kamu sendiri?”
“Aku
juga baik kok.”
“Syukur
deh kalau gitu.”
“Oh,
iya. Besok kamu ada waktu nggak?”
“Memangnya
kenapa?” Lian penasaran.
“Kita
ketemuan, yuk. Di Cafe biasa.”
“Aduh,
gimana ya?” Lian sedikit ragu-ragu dengan ajakan Rasya.
“Kenapa?
Kamu nggak mau ya?” terdengar nada kekecewaan dari Rasya.
“Emhh...
Gini aja deh, besok aku hubungi lagi ya. Aku juga nggak tahu bisa atau
enggaknya.”
“Ya,
udah. Aku tunggu kabar dari kamu secepatnya ya.”
“Iya.”
“Semoga
aja kamu bisa, Lian. Soalnya aku udah lama nih nggak ketemu sama kamu. See
you.” Rasya menutup teleponnya.
“Kenapa
dia datang lagi? Setelah sekian lama dia menghilang, dan baru muncul lagi
sekarang. Gue nggak nyangka, kalau dia bakalan telepon gue. Padahal waktu itu,
no hpnya sempet nggak aktif. Apa harus gue ketemu sama dia lagi?” Lian
berbicara seorang diri.
Lian
merasa sangat kebingungan. Apakah dia harus bertemu dengan Rasya kembali,
setelah sekian lamanya mereka tidak saling bertemu? Perasaannya jadi gundah
gulana. Tak menentu sama sekali. Tapi, walau bagaimana pun juga ada rasa rindu
yang tak tertahankan di dalam lubuk hati Lian.
***
Hari
ini cuaca nampaknya tidak bersahabat. Langit terlihat sedikit mendung. Dan Lian
pun semakin tidak yakin jika dia harus bertemu dengan Rasya. Tapi bagaimana
dengan kondisi hatinya saat ini? Dia benar-benar merindukan sosok laki-laki
itu. Sesekali Lian melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Lian berdiri
seorang diri di tengah keramaian kota Jakarta. Nampaknya dia sedang menunggu
seseorang.
“Sorry
banget ya, gue telat. Macet.”
“Nggak
apa-pa, kan Lo udah biasa telat.”
“Dih,
lu nggak usah nyindir juga kali.”
“Siapa
yang nyindir sih? Emang kenyataannya kalau lo itu suka ngaret.”
“Iya,
sorry-sorry.” Azof meminta maaf pada sahabatnya.
“Kebiasaan
lu, minta maaf Mulu deh.”
“Hehehe..“
Azof cengar-cengir. ”Kenapa nih, tiba-tiba lo minta ketemu sama gue? Kangen ya
sama gue?” Azof mulai menggerak-gerakkan alis tebalnya. Seperti kebiasaannya.
“Gue
bingung, Zof.”
“Bingung
kenapa lo?”
“Tiba-tiba
Rasya telepon gue kemarin. Dan dia juga ngajak gue ketemuan hari ini”
“Rasya
telepon lo? Dan dia juga ngajak lo ketemuan? Kok bisa sih?” Azof
terheran-heran.
“Ya,
bisa aja kali.”
“Terus,
lo mau ketemuan sama dia?”
“Gue
juga nggak tahu sih. Rencananya hari ini sih dia ngajakin gue buat ketemuan.
Cuma gue masih ragu-ragu gitu.”
“Iya,
gue paham kok maksud lo. Itu bukan hal yang mudah buat lo. Gue tau itu, Lian.
Tapi lo ikutin aja apa kata hati lo.”
“Harus
banget ya gue ketemu sama dia?”
“Ya,
itu sih terserah elo ya. Tapi kalau menurut gue sih mending lo coba buat temuin
dia aja. Siapa tahu, memang ada hal penting yang ingin disampaikan oleh Rasya.”
Azof memberi saran pada sahabatnya itu.
“Ya,
udah deh. Kalau gitu gue sms dia dulu ya.” Lian mulai memainkan jari-jarinya di
handphone Android miliknya.
Ok hari ini kita ketemuan di Cafe
biasa ya, jam 3 sore.
Lian
mengirimkan pesan singkat itu pada Rasya. Dan tak lama kemudian Rasya pun
membalas pesan singkat dari Lian.
Sip, aku tunggu ya kedatangan kamu.
Bersambung…
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan sopan dan baik
Komentar yang mengandung link aktif akan dihapus secara otomatis